Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan tinggi Indonesia adalah
masih sangat tingginya disparitas kualitas antar perguruan tinggi, baik antara
perguruan tinggi negeri (PTN) dengan perguruan tinggi swasta (PTS), antar sesama
PTN itu sendiri, ataupun antar perguruan tinggi dengan lokasi yang berbeda,
contohnya antara perguruan tinggi di Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa.
Disparitas ini mencakup berbagai aspek, mulai dari kualitas sumber daya manusia,
proses belajar-mengajar, sumber daya pendukung, sampai ke bidang manajemen
perguruan tingginya.
Terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang kehidupan telah menyebabkan
munculnya berbagai tantangan baru bagi perguruan tinggi. Perubahan teknologi
dalam Era Revolusi Industri 4,0 dan teknologi informasi yang berkembang sangat
cepat menuntut perguruan tinggi harus bergerak cepat, kreatif dan dinamis,
sementara kesiapan perguruan tinggi untuk merespon perubahan tersebut relatif
lambat. Hal ini akan menambah tingginya disparitas kualitas perguruan tinggi jika
tidak dilakukan tindakan afirmatif dalam pembinaannya.
Pembinaan perguruan tinggi merupakan satu dari beberapa tugas Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi yang mengimplementasikan sebagian tugas Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal pembinaan perguruan tinggi (Peraturan
Pemerintah No 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan
Pengelolaan Pendidikan Tinggi). Hal ini sejalan dengan 3 (tiga) sasaran
pengembangan pendidikan tinggi, sebagaimana ditetapkan pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2020
Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-
2024, yaitu: (1) Meningkatnya kualitas pembelajaran dan relevansi pendidikan
tinggi; (2) Meningkatnya kualitas dosen dan tenaga kependidikan; dan (3)
Terwujudnya tata kelola Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi yang
berkualitas.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka Direktorat Sumber Daya, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi sejak tahun 2000 secara berkala telah menyelenggarakan
Program Detasering. Pembinaan dalam bidang kualitas keterampilan sumber daya
manusia melalui skema non-studi lanjut serta aspek manajerial perguruan tinggi
(penguatan kapasitas institusi) kepada berbagai perguruan tinggi yang dianggap
masih memerlukan pembinaan.
Program Detasering ini, diharapkan mampu berkontribusi positif dalam
mengurangi disparitas kualitas antar perguruan tinggi, serta mendorong dan
mempercepat perguruan tinggi untuk bertransformasi mencapai tujuannya yang
tercermin dari pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana ditetapkan
pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 3/M/2021 tentang
Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumber daya manusia, terutama dosen, memiliki peran yang sangat sentral dalam
menentukan tinggi-rendahnya kualitas suatu perguruan tinggi. Dosen menempati
posisi yang sangat strategis dan tidak dapat disubstitusi bahkan oleh penerapan
teknologi, baik dalam pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi (pembelajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat), maupun dalam pengelolaan
perguruan tinggi. Semua jabatan struktural penting dan strategis di perguruan
tinggi hanya dapat diisi oleh dosen dengan kualifikasi tertentu. Pada
kenyataannya, dosen dengan kualifikasi yang mumpuni, baik pakar dalam bidang
akademik (hardskills) maupun ahli dalam keterampilan tertentu (softskills),
berdomisili di berbagai perguruan tinggi besar, dengan persebaran yang tidak
merata.
Detasering atau “pengumandahan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah penempatan pegawai untuk bertugas di suatu tempat dalam jangka waktu
tertentu. Melalui Program Detasering Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
menempatkan dosen senior (dinamakan sebagai Detaser) yang berasal dari PTN
unggul (disebut sebagai Perguruan Tinggi Sumber atau Pertisum) di Perguruan
Tinggi Sasaran (Pertisas) selama jangka waktu penugasan tertentu. Di dunia
internasional, program seperti Detasering dikenal sebagai “secondment”, berupa
program mobilitas staf antar universitas, sebagaimana diterapkan di seluruh Eropa
dengan tujuan untuk menekan disparitas antar perguruan tinggi (Racke, 2013:
Staff Mobility in Higher Education- European Commission).
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap capaian kinerja pelaksanaannya serta laporan
dari Pertisas yang dibina, program pembinaan melalui Detasering telah
memberikan dampak yang sangat baik bagi pengembangan sumber daya manusia
dan kapasitas institusi Pertisas. Oleh karena itu, pada tahun 2022, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi kembali menyelenggarakan Program Detasering
dengan beberapa penyempurnaan.
Jika dalam Tahun 2020, sehubungan dengan adanya Pandemi Covid-19, Program
Detasering diselenggarakan sepenuhnya secara daring, maka untuk
penyelenggaraan Tahun 2022, disebabkan Pemerintah sudah mulai mengizinkan
dilaksanakannya kegiatan tatap muka (luring) dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan, maka Program Detasering Tahun 2022 akan diselenggarakan
secara hybrid, yaitu gabungan antara daring dan luring. Dalam skema hybrid,
Detaser selain melaksanakan kegiatan Detasering secara daring, juga akan
ditugaskan untuk beraktivitas secara luring di lokasi Pertisas.
Buku pedoman teraebut dapat diunduh di:
Penawaran Program Kompetensi Dosen dan Tenaga Kependidikan Tahun 2022